Wednesday, April 11, 2012

Surat Gugatan


Formulasi Surat Gugatan






Setiap orang yang merasa dirugikan dapat mengajukan Gugatan terhadap pihak yang dianggap merugikan melalui pengadilan. Bentuk Gugatan dapat diajukan secara lisan atau secara tertulis. Gugatan itu harus diajukan oleh orang atau badan hukum yang berkepentingan, dan tuntutan hak di dalam Gugatan harus merupakan tuntutan hak yang ada kepentingan hukumnya yang dapat dikabulkan apabila kebenarannya dapat dibuktikan dalam sidang pemeriksaan.
Ciri-ciri Gugatan adalah:


  1. Perselisihan hukum yg diajukan ke pengadilan berupa sengketa.
  2. Sengketa terjadi di antara para pihak, minimal antara 2 (dua) pihak.
  3. Bersifat partai (party) dengan kedudukan, pihak yang satu berkedudukan sebagai Penggugat, dan pihak lain berkedudukan sebagai Tergugat.
Mengenai persyaratan tentang isi daripada Gugatan tidak ada ketentuannya, tetapi kita dapat melihat dalam Rv Pasal 8 angka 3 yang mengharuskan adanya pokok Gugatan yang meliputi:
1. Identitas para pihak.
Yang dimaksud dengan identitas adalah ciri-ciri dari Penggugat dan Tergugat, yaitu Nama, pekerjaan, tempat tinggal/domisili.
2. Dalil-dalil konkret tentang adanya peristiwa dan hubungan hukum yang merupakan dasar serta alasan-alasan dari tuntutan. Dalil-dalil ini lebih dikenal dengan istilah Fundamental Petendi.
Fundamental Petendi adalah dalil-dalil hukum konkret tentang adanya hubungan hukum yang merupakan dasar dan alasan dari tuntutan.
Fundamental Petendi terbagi atas 2 (dua) bagian:
  1. Bagian yang menguraikan tentang kejadian atau peristiwa (feitelijke gronden) dan
  2. Bagian yang menguraikan tentang dasar hukumnya (rechtgronden)
Uraian tentang kejadian merupakan penjelasan duduknya perkara, tentang adanya hak atau hubungan hukum yang menjadi dasar yuridis dari tuntutan. Tentang uraian yuridis tersebut tidak harus menyebutkan peraturan perundang-undangan yang dijadikan dasar tuntutan, melainkan hanya hak atau peristiwa yang harus dibuktikan di dalam persidangan nanti sebagai dasar dari tuntutan yang memberikan gambaran mengenai fakta materiil.
3. Tuntutan atau Petitum, harus jelas dan tegas. HIR dan Rbg sendiri hanya mengatur mengenai cara mengajukan Gugatan.
Tuntutan atau Petitum adalah segal hal yang dimintakan atau dimohonkan oleh Penggugat agar diputuskan oleh majelis hakim. Jadi, Petitum itu akan terjawab di dalam amar atau diktum putusan. Oleh karenanya, Petitum harus dirumuskan secara jelas dan tegas. Apabila Petitum yang tidak jelas atau tidak sempurna dapat berakibat tidak diterimanya Petitum tersebut.
Demikian pula Gugatan yang berisi pernyataan-pernyataan yang bertentangan satu sama lain disebut obscuur libel (Gugatan yang tidak jelas/ Gugatan kabur), yang berakibat tidak diterimanya atau ditolaknya Gugatan tersebut.
Petitum terbagi menjadi 3 (tiga) yaitu:
 1. Petitum Primer atau tuntutan pokok yang langsung berhubungan dengan pokok perkara.
2. Petitum Tambahan, bukan tuntutan pokok tetapi masih ada hubungannya dengan pokok perkara.
Petitum Tambahan dapat berwujud:
a.  Tuntutan agar Tergugat di hukum untuk membayar biaya perkara.
b.  Tuntutan “uivoerbaar bij voorraad” yaitu tuntutan agar putusan dapat dilaksanakan lebih dulu meskipun ada perlawanan, banding atau kasasi. Di dalam praktek, tuntutan uivoerbaar bij voorraad sering dikabulkan, akan tetapi Mahkamah Agung menginstruksikan agar hakim jangan secra mudah memberikan putusan uivoerbaar bij voorraad.
c.  Tuntutan agar tergugat dihukum untuk membayar bunga (moratoir) berupa sejumlah uang tertentu.
d. Tuntutan agar tergugat dihukum untuk membayar uang paksa (dwangsom).

3. Petitum Subsidiari atau pengganti. Biasanya berisi kata-kata: “apabila Majelis Hakim perkara perpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).”
Jadi, maksud dan tujuan tuntutan subsidiair adalah apabila tuntutan primer ditolak masih ada kemungkinan dikabulkannya gugatan yang didasarkan atas kebebasan atau kebijaksa

No comments:

Post a Comment