Formulasi Surat Gugatan
Setiap orang yang merasa dirugikan dapat mengajukan
Gugatan terhadap pihak yang dianggap merugikan melalui pengadilan.
Bentuk Gugatan dapat diajukan secara lisan atau secara tertulis.
Gugatan itu harus diajukan oleh orang atau badan hukum yang
berkepentingan, dan tuntutan hak di dalam Gugatan harus merupakan
tuntutan hak yang ada kepentingan hukumnya yang dapat dikabulkan
apabila kebenarannya dapat dibuktikan dalam sidang pemeriksaan.
Ciri-ciri Gugatan adalah:
- Sengketa terjadi di antara para pihak, minimal antara 2 (dua) pihak.
- Bersifat partai (party) dengan kedudukan, pihak yang satu berkedudukan sebagai Penggugat, dan pihak lain berkedudukan sebagai Tergugat.
Mengenai persyaratan tentang isi daripada Gugatan
tidak ada ketentuannya, tetapi kita dapat melihat dalam Rv Pasal 8
angka 3 yang mengharuskan adanya pokok Gugatan yang meliputi:
1. Identitas para pihak.
Yang dimaksud dengan identitas adalah ciri-ciri dari
Penggugat dan Tergugat, yaitu Nama, pekerjaan, tempat
tinggal/domisili.
2. Dalil-dalil konkret tentang adanya peristiwa dan hubungan hukum
yang merupakan dasar serta alasan-alasan dari tuntutan. Dalil-dalil
ini lebih dikenal dengan istilah Fundamental Petendi.
Fundamental Petendi adalah dalil-dalil hukum konkret
tentang adanya hubungan hukum yang merupakan dasar dan alasan dari
tuntutan.
Fundamental Petendi terbagi atas 2 (dua) bagian:
- Bagian yang menguraikan tentang kejadian atau peristiwa (feitelijke gronden) dan
- Bagian yang menguraikan tentang dasar hukumnya (rechtgronden)
Uraian tentang kejadian merupakan penjelasan
duduknya perkara, tentang adanya hak atau hubungan hukum yang menjadi
dasar yuridis dari tuntutan. Tentang uraian yuridis tersebut tidak
harus menyebutkan peraturan perundang-undangan yang dijadikan dasar
tuntutan, melainkan hanya hak atau peristiwa yang harus dibuktikan di
dalam persidangan nanti sebagai dasar dari tuntutan yang memberikan
gambaran mengenai fakta materiil.
3. Tuntutan atau Petitum, harus jelas dan tegas. HIR
dan Rbg sendiri hanya mengatur mengenai cara mengajukan Gugatan.
Tuntutan atau Petitum adalah segal hal yang
dimintakan atau dimohonkan oleh Penggugat agar diputuskan oleh
majelis hakim. Jadi, Petitum itu akan terjawab di dalam amar atau
diktum putusan. Oleh karenanya, Petitum harus dirumuskan secara jelas
dan tegas. Apabila Petitum yang tidak jelas atau tidak sempurna dapat
berakibat tidak diterimanya Petitum tersebut.
Demikian pula Gugatan yang berisi
pernyataan-pernyataan yang bertentangan satu sama lain disebut
obscuur libel (Gugatan yang tidak jelas/ Gugatan kabur),
yang berakibat tidak diterimanya atau ditolaknya Gugatan tersebut.
Petitum terbagi menjadi 3 (tiga) yaitu:
1. Petitum Primer atau tuntutan pokok
yang langsung berhubungan dengan pokok perkara.
2. Petitum Tambahan, bukan tuntutan pokok tetapi
masih ada hubungannya dengan pokok perkara.
Petitum Tambahan dapat berwujud:
a. Tuntutan agar Tergugat di hukum untuk
membayar biaya perkara.
b. Tuntutan “uivoerbaar bij voorraad”
yaitu tuntutan agar putusan dapat dilaksanakan lebih dulu meskipun
ada perlawanan, banding atau kasasi. Di dalam praktek, tuntutan
uivoerbaar bij voorraad sering dikabulkan, akan tetapi
Mahkamah Agung menginstruksikan agar hakim jangan secra mudah
memberikan putusan uivoerbaar bij voorraad.
c. Tuntutan agar tergugat dihukum untuk
membayar bunga (moratoir) berupa sejumlah uang tertentu.
d. Tuntutan agar tergugat dihukum untuk membayar
uang paksa (dwangsom).
3. Petitum Subsidiari atau pengganti. Biasanya
berisi kata-kata: “apabila Majelis Hakim perkara perpendapat
lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).”
Jadi, maksud dan tujuan tuntutan subsidiair adalah
apabila tuntutan primer ditolak masih ada kemungkinan dikabulkannya
gugatan yang didasarkan atas kebebasan atau kebijaksa
No comments:
Post a Comment