Friday, May 25, 2012

Negara Protektorat- Ilmu Negara


BAB 1
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Negara adalah suatu wilayah di permukaan bumi yang kekuasaannya baik politik, militer, ekonomi, sosial maupun budayanya diatur oleh pemerintahan yang berada di wilayah tersebut.
Negara? Apa itu negara? Pada dasarnya negara adalah sebuah organisasi. Seperti layaknya sebuah organisasi, negara memiliki anggota, tujuan dan peraturan. Anggota negara adalah warganya, tujuan negara biasanya tercantum dalam pembukaan konstitusinya (undang-undang dasar), sedang peraturannya dikenal sebagai hukum. Bedanya dengan organisasi yang lain, negara berkuasa di atas individu-individu dan di atas organisasi-organisasi pada suatu wilayah tertentu. Peraturan negara berhak mengatur seluruh individu dan organisasi yang ada pada suatu wilayah tertentu, sedangkan peraturan organisasi hanya berhak mengatur fihak-fihak yang menjadi anggotanya saja. Peraturan negara bersifat memaksa, bila ada yang tidak mematuhinya, negara mempunyai hak untuk memberikan sanksi, dari sanksi yang bersifat lunak (denda) sampai sanksi yang bersifat kekerasan (hukum bunuh misalnya).

Sepanjang sejarah manusia hidup di atas permukaan bumi, manusia telah bernegara. Mulai dari negara dalam bentuknya yang paling primitif yaitu negara kesukuan, negara kota, sampai negara kerajaan, negara republik dan negara demokrasi.

Sampai saat ini tidak ada satupun ta’rif negara yang diakui semua fihak. Ahli-ahli ilmu kenegaraan saling berbeda pendapat tentang apa itu negara. Secara sederhana bisa kita katakan bahwa yang dimaksud dengan negara adalah organisasi yang menaungi semua fihak dalam suatu wilayah tertentu. Yang dimaksud menaungi pada kalimat diatas, bisa diartikan menguasai, mengayomi, mengurus atau ketiga-tiganya. Sedang yang dimaksud dengan semua fihak berarti semua orang (individu) atau badan (lembaga, organisasi) yang mendiami suatu wilayah tertentu.
Ketika berbicara bentuk-bentuk negara, maka kita berbicara tentang klasifikasi negara. Dalam mengklasifikasikan bentuk-bentuk negara, para ahli ilmu kenegaraan menggunakan kriteria yang berbeda-beda. Ada yang menggunakan kriteria siapa yang memerintah dalam negara itu seperti Aristoteles,

Perumusan Masalah
Dalam makalah ini yang berjudul “NEGARA PROTEKTORAT” Dari uraian di atas,maka sebagai indestifikasi Pokok Permasalahan dalam Penulisan tugas pada mata kuliah Ilmu Negara ini yaitu Penulis akan melakukan kajian komperatif deskriptif mengenai negara protektorat yang tercantum dalam Bentuk-bentuk Negara.















BAB II
Pembahasan

Pengertian Negara Menurut Para Ahli
Georg Jellinek
Negara adalah organisasi kekuasaan dari sekelompok manusia yang telah berkediaman di wilayah tertentu.
Georg Wilhelm Friedrich Hegel
Negara merupakan organisasi kesusilaan yang muncul sebagai sintesis dari kemerdekaan individual dan kemerdekaan universal.
Roelof Krannenburg
Negara adalah suatu organisasi yang timbul karena kehendak dari suatu golongan atau bangsanya sendiri.
Roger H. Soltau
Negara adalah alat atau wewenang yang mengatur atau mengendalikan persoalan bersama atas nama masyarakat.
H.J Laski
Negara adalah suatu masyarakat yang diintegrasikan karena mempunyai wewenang yang bersifat memaksa dan secarah sah, lebih agung daripada individu atau kelompok yang merupakan bagian dari masyarakat itu

Prof. R. Djokosoetono
Negara adalah suatu organisasi manusia atau kumpulan manusia yang berada di bawah suatu pemerintahan yang sama.
Prof. Mr. Soenarko
Negara adalah suatu organisasi masyarakat yang mempunyai daerah tertentu di mana kekuasaan Negara berlaku sepenuhnya sebagai kedaulatan.
Prof. Miriam Budiarjo
Negara adalah organisasi yang dalam satu wilayah dapat melaksanakan kekuasaannya secara sah terhadap semua golongan kekuasaan lainnya dan yang¹ dapat menetapkan tujuan-tujuan dari kehidupan bersama itu.

Aristoteles
Negara adalah perpaduan beberapa keluarga mencakupi beberapa desa, hingga pada akhirnya dapat berdiri sendiri sepenuhnya, dengan tujuan kesenangan dan kehormatan bersama.
Pengertian Negara Secara Umum
Secara umum Negara di artikan sebagai organisasi tertinggi di antara suatu kelompok masyarakat yang mempunyai cita-cita untuk bersatu, hidup di dalam daerah tertentu yang mempunyai pemerintah yang berdaulat.
Bentuk Negara Protektorat
Negara Protektorat
Negara Protektorat adalah suatu negara yang berada dibawah perlindungan negara lain yang lebih kuat pada hakikaktnya negara yang dilindungi tidak dianggap sebagai negara yang merdeka. Biasanya dalam negara di bawah perlindungan ini, masalah hubungan luar negeri  dan masalah pertahanan diserahkan kepada perlindunganya. Wilayah protektorat atau negara di bawah perlindungan timbul dalam prektek apabila suatu Negara melalui traktat menempatkan dirinya di bawah perlindungan timbul dalam praktek apabila suatu negara melalui traktat menempatkan dirinya dibawah perlindungan suatu negara kuat dan berkuasa. Negara protektorat dalam tindakanya yang berkaitan dengan urusan-urusan internasional yang sangat penting dan keputusan-keputusan menyangkut kebijakasanaan kepada negara pelindungnya .
Contoh : Monaco sebagai protektorat Prancis.
Negara protektorat dibedakan menjadi dua (2) macam, yaitu :

Protektorat kolonial, jika urusan hubungan luar negeri, pertahanan dan sebagian besar urusan dalam negeri yang penting diserahkan kepada Negara pelindung. Negara protektorat semacam ini tidak menjadi subyek hukum internasional. Contoh: Brunei Darussalam sebelum merdeka adalah negara protektorat Inggris

Protektorat internasional, jika negara itu merupakan subyek hukum internasional. Contoh: Mesir sebagai negara protektorat Turki (1917), Zanzibar sebagai negara protektorat Inggris (1890) dan Albana sebagai negara protektorat Italia (1936)

Wilayah-wilayah protektorat dapat dikatakan tidak memiliki pola yang seragam, tergantung kepada :

-Syarat-syarat khusus traktat mengenai perlindungan itu
-Kondisi-kondisi yang diperlukan untuk dilakuinya protektorat tersebut oleh Negara ketiga yang menjadikannya sebagai dasar adanya traktat perlindungan.

INDIVIDU SEBAGAI SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL DALAM NEGARA PROTEKTORAT
Anggapan bahwa negara merupakan satu-satunya subjek hukum internasional hingga kini masih diikuti orang. Anggapan ini lahir dari pemahaman tentang hakikat hukum internasional sebagai hukum yang mengatur hubungan antarnegara.Untuk memahami subjek hukum internasional dapat dilakukan analisis dari dua sisi, yakni sisi teoritis dan sisi praktis (Kusumaatmadja, 1990 : 68).
Secara teoritis terdapat dua pendapat yang berbeda dalam memandang subjek hukum internasional. Pandangan pertama, menyatakan subjek hukum internasional hanyalah negara. Hal ini bisa terlihat dari kasus-kasus bahwa bila perjanjian internasional, seperti pemberlakuan beberapa konvensi yang memberikan hak dan kewajiban tertentu orang per orang, maka pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut diwakili oleh negaranya. Dengan demikian suatu konvensi hanya memberikan hak dan kewajiban secara tidak langsung kepada orang perorang.
Pandangan ini bertolak dari teori transformasi, yang menyatakan bahwa perjanjian internasional hanya berlaku dalam wilayah suatu negara yang menjadi pesertanya setelah diundangkannya undang-undang pelaksanannya (implementing legislation).
Pandangan kedua menyatakan bahwa individulah yang merupakan subjek hukum internasional yang sesungguhnya. Hans Kelsen (1952, dalam Kusumaatmadja, 1990 : 69) adalah salah seorang ahli yang berpendapat demikian. Menurutnya, hak dan kewajiban negara sebenarnya adalah hak dan kewajiban semua manusia yang merupakan anggota masyarakat yang mengorganisasi  dirinya dalam negara itu. Dalam pandangan ini, negara tidak lain dari suatu konstruksi yuridis yang tidak mungkin terbentuk tanpa manusia-manusia yang menjadi warga negara tersebut.
Sedangkn bila dikaji dari segi praktis terdapat beberapa jenis subjek hukum. Dalam arti yang sesungguhnya, subjek hukum internasional adalah pemegang segala hak dan kewajiban menurut hukum internasional. Negara merupakan subjek hukum internasional dalam artian ini.
Namun dalam pengertian yang lebih luas, pengertian subjek hukum internasional mencakup pula keadaan di mana yang dimiliki itu hanya hak dan kewajiban yang terbatas, seperti  kewenangan mengadakan penuntutan hak yang diberikan oleh hukum internasional di muka pengadilan berdasarkan suatu konvensi. Kedalam pengertian yang luas ini, individu merupakan contoh subjek hukum yang terbatas (Kusumaatmadja, 1990 : 70).
Lebih jauh Kusumaatmadja (1990 : 70) mengungkapkan, terdapat beberapa subjek hukum internasional yang memperoleh kedudukannya berdasarkan hukum kebiasaan internasional karena perkembangan sejarah. Kedalamannya termasuk negara, tahta suci, palang merah internasional, organisasi internasional, orang per orang, serta pemberontak dan pihak dalam sengketa (belligerent).
Negara telah dikenal sebagai subjek hukum internasional sejak kelahiran hukum internasional. Dalam bentuk negara federal, yang mengemban hak dan kewajiban subjek hukum internasional adalah pemerintah federal, meskipun bisa saja konstitusi federal menempatkan pemerintahan negara bagian sebagai pemegang hak dan kewajiban terbatas.
Selain negara, dalam klasifikasi ini termasuk dominion dalam kerangka persemakmuran Inggris. Seperti halnya negara,  dominion dapat menjalankan hubungan internasional seperti suatu negara berdaulat. Demikian pula dengan daerah jajahan Inggris (protektorat) pada masa lalu dapat menghadiri konferensi internasional. Dalam sejarah tercatat pula daerah mandat sebagai subjek hukum internasional yang terbatas.
Tahta Suci (Vatican) adalah subjek hukum yang sudah dikenal lama selain negara. Kedudukan tahta suci sebagai subjek hukum internasional penuh semakin kuat setelah diadakan perjanjian antara Italia dan Tahta Suci tanggal 11 Februari 1929 yang dikenal dengan Lateran Treaty. Perjanjian ini berisi pengembalian sebidang tanah di Roma kepada Tahta Suci yang kemudian berdiri sebuah negara Vatikan.
Palang Merah Internasional (berkedudukan di Jenewa) menjadi subjek hukum internasional karena pertimbangan sejarah. Status Palang Merah Internasional sebagai subjek hukum internasional dengan ruang lingkup yang sangat terbatas diperkuat oleh perjanjian dan konvensi-konvensi palang merah, seperti Konvensi Jenewa tahun 1949 tentang Perlindungan Korban Perang.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) adalah contoh oragnisasi internasional yang berdasarkan perjanjian internasional  memiliki hak dan kewajiban sebagaimana subjek hukum internasional. Kedalamnya termasuk pula badan-badan khusus yang  dimiliki PBB, seperti organisasi buruh internasional. IMF, organisasi  pangan,  penerbangan sipil, organisasi pendidikan dan kebudayaan, organisasi  kesehatan sedunia dan lain-lain.
Pengakuan individu sebagai subjek hukum internasional mengalami perkembangan cukup pesat sejak berakhirnya Perang Dunia II, meskipun sebenarnya sudah diakui sejak berakhirnya Perang Dunia I. Hal ini bisa ditelusuri dalam contoh-contoh kasus berikut.
  1. Dalam Perjanjian Versailles (1919) sudah terdapat pasal-pasal yang memungkinkan orang per orang mengajukan perkara ke Mahkamah Internasional.
  2. Dalam Keputusan Mahkamah Internasional Permanen menyangkut pegawai Kereta Api Danzig atau dikenal Danzig Railway Official’s Case, diputuskan apabila suatu perjanjian internasional memberikan hak tertentu kepada orang per orang, maka hak itu harus diakui dan mempunyai daya laku dalam hukum internasional, artinya diakui oleh suatu badan peradilan internasional.
  3. Tuntutan terhadap pemimpin perang Jerman dan Jepang sebagai orang per orang yang melakukan kejahatan terhadap perdamaian, kejahatan terhadap perikemanusiaan dan kejahatan perang. Seperti pengadilan terhadap penjahat perang di Nurnberg dan Tokyo telah memberi kemajuan penting bagi status individu dalam hukum internaisonal dalam hal seseorang dapat dianggap langsung bertanggung jawab sebagai indvidu bagi kejahatan perang dan kejahatan terhadap perikemanusiaan dan tidak dapat berlindung di balik negaranya (Kusumaatmadja, 1990 : 76).
  4. Konvensi tentang Pembunuhan Massal Manusia (Genocide Convention) mengukuhkan peletakan tanggung jawab individu  terhadap pelanggaran hukum internasional. Menurut konvensi ini, individu yang terbukti telah melakukan pembunuhan massal harus dihukum terlepas dari persoalan apakah mereka bertindak sebagai orang per orang, pejabat pemerintah atau pimpinan pemerintahan atau negara.
Pemberontak dan pihak yang bersengketa dapat memperoleh kedudukan dan hak sebagai pihak menurut hukum perang. Bahkan belakangan gerakan pembebasan, seperti Gerakan Pembebasan Palestina, mendapat pengakuan sebagai subjek hukum  internasional. Perkembangan ini dinilai sebagai penjelmaan dari suatu konsepsi baru yang terutama dianut oleh negara-negara  dunia ketiga yang didasarkan atas pengertian bahwa bangsa-bangsa dianggap memiliki beberapa hak asasi, seperti (1) hak menentukan nasib sendiri, (2) hak secara bebas memilih sistem ekonomi, politik dan sosial dan (3) hak menguasai sumber kekayaan alam dari wilayah yang didudukinya (Kusumaatmadja, 1990 : 79).
Perkembangan mutahir dalam hal kedudukan individu sebagai subjek hukum internasional, khususnya dalam hal perlindungan hak asasi manusia, terjadi sejak disepakatinya  Protokol Manasuka pada Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik tanggal 23 Maret 1976.
Protokol ini berisi enam pasal yang menegaskan bahwa individu yang telah menjadi korban pelanggaran hak-hak yang  dinyatakan dalam Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik yang dilakukan negara anggota kovenan. Individu yang bersangkutan dapat mengadukan pemerintah negara anggota kovenan kepada Komisi Hak-hak Manusia.
Berdasarkan protokol ini, negara yang dapat diadukan adalah negara anggota kovenan tempat dimana korban menjadi  warga negara. Komite hak-hak manusia tidak boleh melayani pengaduan (atau komunikasi lain) mengenai suatu negara yang  bukan anggota protokol, komite pun dapat menolak pengaduan yang dinilai tak sejalan dengan peraturan-peraturan kovenan.
Setelah meminta perhatian negara anggota protokol yang dituduh telah memperkosa peraturan kovenan, dalam waktu enam  bulan negara yang menerima tuduhan harus menyerahkan kepada komite keterangan tertulis atau pernyataan yang menjelaskan persoalan.
Selanjutnya komite mempertimbangkan komunikasi-komunikasi yang diterima berdasarkan protokol ini dalam  hubungannya dengan segala informasi tertulis. Komite tak mempertimbangkan komunikasi apa pun dari individu tanpa meyakinkan terlebih dahulu bahwa: (1) persoalan yang sama tidak sedang diperiksa berdasarkan prosedur penyelidikan atau perdamaian internasional lain, dan (2) individu telah menggunakan seluruh pengoreksian domestik yang ada.
Maka berdasarkan pasal 28 Kovenan Internaisonal Hak-hak Sipil dan Politik telah dibentuk Komisi Hak-hak Manusia, Komisi terdiri atas delapan belas orang warga negara anggota kovenan yang memiliki moralitas tinggi dan diakui kompeten di bidang hak-hak manusia dan berpengalaman pula di bidang  hukum. Mereka akan melaksanakan fungsi sebagaimana telah disepakati di dalam peraturan-peraturan prosedur yang telah mereka terima baik di dalam sidang pertama yang berlangsung di Markas Besar PBB dari tanggal 21 Maret sampai 1 April 1977. ²
Di dalam sidangnya yang pertama pula, komite telah diberitahu oleh sekretaris Jenderal PBB, bahwa telah diterima sejumlah komunikasi dari individu-individu untuk dipelajari. Dalam sidangnya yang kedua (11 sampai 31 Agustus 1977) komite mulai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan-ketentuan  yang terdapat di dalam protokol. Dari sebelas komunikasi yang diterima dan dipelajari, komite menyatakan tak bisa menerima  dua buah komunikasi berdasarkan pertimbangan, bahwa tuntutan-tuntutan yang diketengahkan adalah berhubungan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi sebelum berlakunya kovenan dan protokol bagi negara yang bersangkutan dan tuntutan tersebut  dianggap pula tidak mengenai sesuatu hak sipil dan politik sebagaimana diatur di dalam kovenan.
Bagaimanapun kelahiran protokol ini telah mengukuhkan praktik-praktik perlindungan hak asasi manusia. Mengingat komite hanya dapat menangani segala persoalan yang timbul akibat pemerkosaan hak-hak sipil dan politik oleh negara anggota kovenan, maka tidak semua individu korban pemerkosaan hak dapat mengajukan komunikasi  (pengaduan) kepada Komite  Hak-hak Manusia. Komunikasi  atau pengaduan hanya akan ditanggapi bila pemerintahan negara dimana individu menjadi warganya telah meratifikasi Kovenan dan Protokol Internasional Hak-hak Politik dan Sipil.
NEGARA-NEGARA PROTEKTORAT DALAM BIDANG MILITER.
Negara-negara Ini Dibawah Perlindungan negara Lain, Sebagai Berikut :
Kekuatan militer sangat diperlukan bagi kedaulatan suatu negara. Namun, dengan 7 negara ini. Mereka tidak memiliki militer yang memadai untuk menjaga kedaulatan negaranya .
1. Solomon island
Kepulauan solomon, yang mengejutkan, tidak terdiri dari beberapa pulau, tetapi mereka total dalam ribuan. Kepulauan solomon mampu membentuk pemerintah yang stabil sampai sekitar tahun 1998. Selama 1998-2006, negara itu dipenuhi dengan kesalahan dalam pemerintahan, kejahatan dan konflik etnis. Untuk berhasil mengatasi masalah ini, selandia baru dan australia, baik campur tangan untuk memulihkan perdamaian.
pelindung nya ?
tidak ada set pelindung kepulauan solomon, namun negara telah membayar ke australia oleh unsur-unsur tertentu untuk pertahanan. Jika terjadi perang, australia mungkin akan menjadi negara pertama yang menawarkan pembelaan.

2. Costa Rica

Walaupun pernah memiliki militer. Kosta rika tetap menjadi salah satu dari banyak negara tanpa tentara formal. Pada tanggal 1 desember 1948, josé ferrer figueres, presiden saat itu, menandatangani undang-undang yang akan menghapuskan militer setelah perang saudara fatal di kosta rika yang menewaskan hampir 2.000 orang.
pelindung nya ?
berkat perjanjian bantuan timbal balik inter-amerika tahun 1947, jika negara manapun menyerang atau menyatakan perang dgn kosta rika, negara ini dapat bergantung pada 21 negara lain termasuk amerika serikat, chili dan kuba untuk menyediakan beberapa jenis kekuatan militer untuk pertahanan .
3. Samoa
Samoa tidak memiliki kekuatan militer yang ditentukan dan dapat digunakan jika diperlukan. Sebaliknya, negara ini harus bergantung pada persahabatan dengan negara-negara lain untuk mencari perlindungan dan pertahanan dalam masa perang. Negeri ini memang memiliki polisi samoa, tapi tentu saja, hal ini jelas tidak dianggap sebagai kekuatan militer negara.

pelindung nya ?
samoa memiliki perjanjian persahabatan dengan selandia baru pada tahun 1962. Dalam hal perang atau invasi asing lainnya, samoa dapat meminta bantuan militer yang diperlukan kepada selandia baru. Namun, perjanjian tersebut menyatakan bahwa setiap negara dapat menarik perjanjian kapan saja, jika ingin.

4. Palau

Meskipun tidak ada kekuatan militer nasional, palau memiliki kepolisian yang telah dibuat untuk memberikan perlindungan yang diperlukan untuk warga sipil. Tetapi jika terjadi perang, palau harus menjangkau bantuan dari negara-negara lain untuk menyediakan semacam sistem pertahanan.
pelindung nya ?
berdiri sebagai asosiasi negara, palau akan dilindungi oleh amerika serikat jika negara ini diserang negara lain atau jika memutuskan untuk perang dengan palau. Hal ini disebabkan karena perjanjian asosiasi free 1983, yang pada dasarnya membuat protektorat amerika serikat palau.
5. Andorra
Meskipun tidak memiliki tentara yang terorganisir, negara kecil andorra cukup berani untuk menyatakan perang terhadap jerman pada 1914 dan bergabung dengan apa yang disebut great war. Pada tahun 1931, kelompok tentara digantikan oleh polisi nasional andorra. Kelompok ini terdiri dari sekitar 240 pria, diciptakan untuk membantu menjaga perdamaian. Bergabung dengan kepolisian sangat penting, jika anda seorang pria dengan pistol.
pelindung nya ?
perancis dan spanyol telah berkomitmen untuk menjadi penjaga militer negara itu 181 mil persegi karena lokasinya (daratan). Bahkan pada tahun 1933, butuh kekuatan militer dari perancis untuk membantu menyelesaikan kerusuhan sipil di negara ini. Selain kedua negara, pasukan nato juga bisa mengambil bagian dalam perlindungan negara jika diperlukan.


6. Marshall Island
di bawah compact of free association pada tahun 1983, kepulauan marshall diberikan status negara berdaulat. Juga terlibat dalam pakta ini federasi mikronesia dan palau. Berdasarkan perjanjian, ketiga negara akan bebas, tetapi akan berdiri sebagai negara yang terkait ke as ini berarti bahwa as akan menjadi protektorat dan kepulauan marshall tidak akan memiliki kekuatan militer reguler, atau tanggung jawab negara untuk pertahanan selama masa perang.
pelindung nya ?
karena kepulauan marshall dianggap terkait dengan negara bagian amerika serikat, as bertanggung jawab penuh untuk pertahanan dan keamanan nasional. Jika pulau-pulau tersebut diserang, as harus menyediakan dukungan militer yang diperlukan untuk membantu dalam perang.
7. Vatican
Disebut negara terkecil di dunia, vatikan adalah sebuah negara yang tidak memiliki jure militer, tetapi hal ini tidak selalu terjadi. Di masa lalu, ada banyak kelompok-kelompok militer yang diciptakan untuk melindungi negara dan yang paling penting, paus. Secara khusus, garda mulia dan garda palatine di sana, tapi paulus vi menghapuskan dua kelompok pada tahun 1970.

pelindung nya ?

garda swiss, kelompok ini dirancang untuk melindungi paus dan istana vatikan. Ada juga gendarmerie, tetapi kelompok ini dianggap sebagai sipil daripada kekuatan militer. Mereka bertanggung jawab untuk menjaga ketertiban umum, kontrol lalu lintas, pengawasan perbatasan dan menyelidiki aktivitas kriminal.














BAB III
Penutup

Kesimpulan :

Menurut hukum internasional, protektorat adalah negara atau wilayah yang dikontrol, bukan dimiliki, oleh negara lain yang lebih kuat. Sebuah protektorat biasanya berstatus otonomi dan berwenang mengurus masalah dalam negeri. Pemimpin pribumi biasanya diperbolehkan untuk memegang jabatan kepala negara, walupun hanya sebatas nominal saja. Negara pengontrol mengurus hubungan luar negeri dan pertahanan protektoratnya, seperti yang tertulis dalam perjanjian. Singkat kata, protektorat merupakan salah satu jenis wilayah dependensi



¹Prof.Abu daud Busroh,S.H Ilmu negara ,21
²Prof. DR. Sjachran Basah, SH.,CN. ILMU NEGARA
Olsa RAmbe

Thursday, May 3, 2012

PENGERTIAN JUAL BELI

PENGERTIAN JUAL BELI
Secara etimologis, jual beli berarti menukar harta dengan harta. Sedangkan, secara terminologi, jual beli memiliki arti penukaran selain dengan fasilitas dan kenikmatan.

DASAR HUKUM
Jual beli disyariatkan di dalam Alquran, sunnah, ijma, dan dalil akal. Allah SWT berfirman:
“Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (Alquran, 2:275)

KLASIFIKASI JUAL BELI
Jual beli dibedakan dalam banyak pembagian berdasarkan sudut pandang. Adapun pengklasifikasian jual beli adalah sebagai berikut:

a. Berdasarkan Objeknya
Jual beli berdasarkan objek dagangnya terbagi menjadi tiga jenis, yaitu:
1) Jual beli umum, yaitu menukar uang dengan barang.
2) Jual beli as-Sharf (Money Changer), yaitu penukaran uang dengan uang.
3) Jual beli muqayadhah (barter), yaitu menukar barang dengan barang.

b. Berdasarkan Standardisasi Harga
1) Jual Beli Bargainal (tawar menawar), yaitu jual beli di mana penjual tidak memberitahukan modal barang yang dijualnya.
2) Jual Beli Amanah, yaitu jual beli di mana penjual memberitahukan modal barang yang dijualnya. Dengan dasar ini, jual beli ini terbagi menjadi tiga jenis:
a) Jual beli murabahah, yaitu jual beli dengan modal dan keuntungan yang diketahui.
b) Jual beli wadhi’ah, yaitu jual beli dengan harga di bawah modal dan kerugian yang diketahui.
c) Jual beli tauliyah, yaitu jual beli dengan menjual barang sama dengan harga modal, tanpa keuntungan atau kerugian.
d) Cara Pembayaran

Ditinjau dari cara pembayaran, jual beli dibedakan menjadi empat macam:

1) Jual beli dengan penyerahan barang dan pembayaran secara langsung (jual beli kontan).
2) Jual beli dengan pembayaran tertunda (jual beli nasi’ah).
3) Jual beli dengan penyerahan barang tertunda.
4) Jual beli dengan penyerahan barang dan pembayaran sama-sama tertunda.

SYARAT SAH JUAL BELI
Agar jual beli dapat dilaksanakan secara sah dan memberi pengaruh yang tepat, harus dipenuhi beberapa syaratnya terlebih dahulu. Syarat-syarat ini terbagi dalam dua jenis, yaitu syarat yang berkaitan dengan pihak penjual dan pembeli, dan syarat yang berkaitan dengan objek yang diperjualbelikan.
Pertama, yang berkaitan dengan pihak-pihak pelaku, harus memiliki kompetensi untuk melakukan aktivitas ini, yakni dengan kondisi yang sudah akil baligh serta berkemampuan memilih. Dengan demikian, tidak sah jual beli yang dilakukan oleh anak kecil yang belum nalar, orang gila atau orang yang dipaksa.
Kedua, yang berkaitan dengan objek jual belinya, yaitu sebagai berikut:
• Objek jual beli harus suci, bermanfaat, bisa diserahterimakan, dan merupakan milik penuh salah satu pihak.
• Mengetahui objek yang diperjualbelikan dan juga pembayarannya, agar tidak terhindar faktor ‘ketidaktahuan’ atau ‘menjual kucing dalam karung’ karena hal tersebut dilarang.
• Tidak memberikan batasan waktu. Artinya, tidak sah menjual barang untuk jangka waktu tertentu yang diketahui atau tidak diketahui.

Juzaf (Jual Beli Spekulatif)
Juzaf ialah menjual barang yang bisa ditakar, ditimbang atau dihitung secara borongan tanpa ditakar, ditimbang atau dihitung terlebih dahulu. Contoh hal ini adalah seseorang yang menjual setumpuk makanan, setumpuk pakaian atau sebidang tanah tanpa mengetahui kepastian ukurannya.
Jual beli ini disyariatkan sebagaimana disebutkan dalam hadits Ibnu Umar Ra. bahwa ia menceritakan, “Kami biasa membeli makanan dari para kafilah dagang dengan cara spekulatif. Lalu Rasulullah saw melarang kami menjualnya sebelum kami memindahkan dari tempatnya.” (HR. Muslim).
Hadits ini mengindikasikan bahwa para sahabat sudah terbiasa melakukan jual beli juzaf (spekulatif), sehingga hal itu menunjukkan bahwa hal tersebut dibolehkan.
Namun demikian, agar jual beli juzaf ini diperbolehkan, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. Para ulama Malikiyah menyebutkan persyaratan tersebut sebagai berikut:
• Baik pembeli dan penjual sama-sama tidak mengetahui ukuran barang dagangan. Kalau salah satunya tahu, jual beli itu tidak sah.
• Jumlah barang dangangan jangan banyak sekali sehingga sulit diprediksikan, atau sedikit sekali sehingga mudah dihitung.
• Tanah tempat meletakkan barang dagangan tersebut harus rata, sehingga tidak terjadi unsur kecurangan dalam spekulasi.
• Barang dagangan harus tetap dijaga dan kemudian diperkirakan jumlah atau ukurannya ketika terjadi akad.
Namun demikian, terdapat pengecualian, tidak boleh menjual komoditi riba fadhl dengan jenis yang sama secara spekulatif, seperti menjual satu tandum kurma dengan satu tandum kurma yang lain. Hal ini dikarenakan kaidah dalam jual beli komoditi riba fadhl, “Ketidaktahuan akan kesamaan sama saja dengan mengetahui adanya perbedaan (ketdaksamaanya).”

Sebab-sebab Dilarangnya Jual Beli
Larangan jual beli disebabkan karena dua alasan, yaitu:
a. Berkaitan dengan objek
1) Tidak terpenuhniya syarat perjanjian, seperti menjual yang tidak ada, menjual anak binatang yang masih dalam tulang sulbi pejantan (malaqih) atau yang masih dalam tulang dada induknya (madhamin).
2) Tidak terpenuhinya syarat nilai dan fungsi dari objek jual beli, seperti menjual barang najis, haram dan sebagainya.
3) Tidak terpenuhinya syarat kepemilikan objek jual beli oleh si penjual, seperti jual beli fudhuly.
b. Berkaitan dengan komitmen terhadap akad jual beli
1) jual beli yang mengandung riba
2) Jual beli yang mengandung kecurangan.
Ada juga larangan yang berkaitan dengan hal-hal lain di luar kedua hal di atas seperti adanya penyulitan dan sikap merugikan, seperti orang yang menjual barang yang masih dalam proses transaksi temannya, menjual senjata saat terjadinya konflik sesama mulim, monopoli dan sejenisnya. Juga larangan karena adanya pelanggaran syariat seperti berjualan pada saat dikumandangkan adzan shalat Jum’at.
Akan tetapi, kemungkinan yang paling banyak tersebar dalam realitas kehidupan adalah sebagai berikut:
• Objek jual beli yang haram.
• Riba.
• Kecurangan, serta;
• Syarat-syarat yang menggiring kepada riba, kecurangan atau kedua-duanya.

7. Jual Beli yang Bermasalah
a. Jual Beli yang Diharamkan
1) Menjual tanggungan dengan tanggungan
Telah diriwayatkan larangan menjual tanggungan dengan tanggungan sebagaimana tersebut dalam hadits Nabi dari Ibnu ’Umar Ra.[9] Yaitu menjual harga yang ditangguhkan dengan pembayaran yang ditangguhkan juga. Misalnya, menggugurkan apa yang ada pada tanggungan orang yang berhutang dengan jaminan nilai tertentu yang pengambilannya ditangguhkan dari waktu pengguguran. Ini adalah bentuk riba yang paling jelas dan paling jelek sekali.
2) Jual beli disertai syarat
Jual beli disertai syarat tidak diijinkan dalam hukum Islam. Malikiyah menganggap syarat ini sebagai syarat yang bertentangan dengan konsekuensi jual beli seperti agar pembeli tidak menjualnya kembali atau menggunakannya.
Hambaliyah memahami syarat sebagai yang bertentangan dengan akad, seperti adanya bentuk usaha lain, seperti jual beli lain atau peminjaman, dan persyaratan yang membuat jual beli menjadi bergantung, seperti ”Saya jual ini kepadamu, kalau si Fulan ridha.”
Sedangkan Hanafiyah memahaminya sebagai syarat yang tidak termasuk dalam konsekuensi perjanjian jual beli, dan tidak relevan dengan perjanjian tersebut tapi bermanfaat bagi salah satu pihak.
3) Dua perjanjian dalam satu transaksi jual beli
Tidak dibolehkan melakukan dua perjanjian dalam satu transaksi, namun terdapat perbedaan dalam aplikasinya sebagai berikut:
 Jual beli dengan dua harga; harga kontan dan harga kredit yang lebih mahal. Mayoritas ulama sepakat memperbolehkannya dengan ketentuan, sebelum berpisah, pembeli telah menetapkan pilihannya apakah kontan atau kredit.
 Jual beli ’Inah, yaitu menjual sesuatu dengan pembayaran tertunda, lalu si penjual membelinya kembali dengan pembayaran kontan yang lebih murah.

4) Menjual barang yang masih dalam proses transaksi dengan orang atau menawar barang yang masih ditawar orang lain. Mayoritas ulama fiqih mengharamkan jual beli ini. Hal ini didasarkan pada larangan dalam hadits shahih Bukhari dan Muslim, ”Janganlah seseorang melakukan transaksi penjualan dalam transaksi orang lain. Dan janganlah seseorang meminang wanita yang masih dipinang oleh orang lain, kecuali bila mendapat ijin dari pelaku transaksi atau peminang yang pertama.”
5) ’Orang kota menjual barang orang dusun.’ Yang dimaksud dengan istilah ini adalah orang kota yang menjadi calo bagi pedagang orang dusun.[15] Rasulullah saw bersabda: ”Janganlah orang kota menjualkan komoditi orang dusun. Biarkan manusia itu Allah berikan rizki, dengan saling memberi keuntungan yang satu kepada yang lain.” (HR. Muslim)
6) Menjual anjing. Dalam hadits Ibnu Mas’ud, Rasulullah telah melarang mengambil untung dari menjual anjing, melacur dan menjadi dukun (HR. Bukhari). Kalangan Syafi’iyah dan Hambaliyah menganggap tidak sah menjual anjing apapun, baik dipelihara (untuk berburu) maupun tidak. Sedangkan, Malikiyah membolehkan menjual anjing kelompok yang pertama dengan hadits: ”Rasulullah mengharamkan hasil jualan anjing, kecuali anjing buru.” (HR. An-Nasa’i).
7) Menjual alat-alat musik dan hiburan. Mayoritas ulama mengharamkan semua lat-alat hiburan dan alat-alat musik yang diharamkan.
Jual beli saat adzan Jum’at dikumandangkan. Allah swt berfirman: ”Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum’at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu Mengetahui.” (Alquran, 62: 9). Adzan yang dimaksud adalah adzan ketika khatib naik mimbar. Parameter diharamkannya jual beli ini adalah bahwa orang yang melakukan transaksi adalah orang yang wajib shalat Jum’at, mengetahui larangan tersebut dan tidak dalam kondisi darurat. Jika keduanya tidak wajib shalat Jum’at, maka tidak apa-apa. Namun jika salah satunya wajib, keduanya berdosa.

b. Jual Beli yang Diperdebatkan
1) Jual beli ’Inah. Yaitu jual beli manipulatif agar pinjaman uang dibayar dengan lebih banyak (riba). Mayoritas ulama mengharamkannya tanpa pengecualian, sedangkan Imam as-Syafi’i membolehkannya jika tidak disepakati sebelumnya.
2) Jual beli Wafa. Yakni jual beli dengan syarat pengembalian barang dan pembayaran, ketika si penjual mengembalikan uang bayaran dan si pembeli mengembalikan barang. Menurut pendapat ulama tujuan dari jual beli ini adalah riba yang berupa manfaat barang.
3) Jual beli dengan uang muka. Yaitu dengan membayarkan sejumlah uang muka (urbun) kepada penjual dengan perjanjian bila ia jadi membelinya, uang itu dimasukkan ke dalam harganya. Jika tidak terjadi, urbun menjadi milik penjual. Mayoritas ulama membolehkan jual beli seperti ini, jika diberi batasan menunggu secara tegas.
4) Jual beli Istijrar. Yaitu mengambil kebutuhan dari penjual secara bertahap, selang beberapa waktu kemudian membayarnya. Mayoritas ulama membolehkannya, bahkan bisa jadi lebih menyenangkan bagi pembeli daripada jual beli dengan tawar menawar.